Selasa, 26 November 2019

Memoar Pustakawan BLORA


Pustakawan Riwayatmu Nanti
Penulis:
Mokhammad Farid Rohmawantika, S.Sos
Pustakawan Ahli Muda / IIId
NIP. 19780411 201001 1 003
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Blora


Siapakah Pustakawan?, berikut memoar seorang pustakawan

Sebagaimana dijelaskan pasal 1 Undang-undang Perpustakaan Nomor 43 Tahun 2007, Pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta memiliki tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.
      Pustakawan semakin populer di erra industri 4.0 dalam peradaban teknologi informasi terkini, jumlah serta modelnya semakin berkembang. Dahulu pustakawan bersifat konvensional, kini lahir sosok pustakawan virtual; dan kala itu berjumlah sedikit kini bertambah seiring pelaksanaan otonomi daerah. Aktualisasi diri mereka selalu bergerak menuju profil diri baru terbarukan sejalan cita-cita perpusnas sebagai lembaga pembinanya. Diantaranya pustakawan dituntut melek teknologi serta mampu memaksimalkan fungsi jaringan komunikasi internet, perwujudan tupoksinya banyak menerapkan sarana media sosial; contohnya sosialisasi perpustakaan dan informasi melalui: youtube, Facebook, Twitter dan media sosial internet lainnya. Mereka menggunakan media internet dengan menyandang profil diri baru sebagai: Facebooker Pustakawan, Pustakawan Bloger, Pustakawan Youtuber, dan banyak lagi. Itulah pustakawan kekinian, dimana hal itu berbeda jauh berbeda dibanding profilnya pada 20 tahun silam. Sebab saat itu internet sebagai media mahal dalam berinteraksi, apalagi bersosialisasi. “Nah !, kira-kira profil pustakawan apa lagi yang akan terwujud saat 20 tahun nanti?. Apakah setiap pustakawan menjadi information manager, konsultan information, atau sekedar information follower???. Hipotesanya terserah Anda !, sebab semua itu bergantung pilihan, tujuan, dan itikat pribadi para pustakawan.
       Regulasi tentang Pustakawan dan kepustakawanan diatur Permenpan No 21 Tahun 2014. Sudah semestinya setiap pustakawan tidak perlu ragu untuk percaya diri dan aktif bergerak di pengembangan bidangnya.  Pustakawan boleh memilih profil dirinya ibarat sebagai: artis, pengajar, ulama, organizer dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan kepustakawanan. Kegiatan kepustakawanan tersebut bertujuan untuk: 1). Memberikan layanan prima kepada pemustaka, 2). Menciptakan suasana perpustakaan yang kondusif; serta 3). Memberikan keteladanan dan menjaga nama baik lembaga kedudukannya sesuai tugas dan tanggung jawabnya; Undang-undang Perpustakaan Tahun 20017 Pasal 32.  Oleh sebab itu selagi pustakawan sejalan dalam tugas dan kapasitas, maka kita tak perlu ragu bergerak sebagai pembaharu dalam membudayakan literasi serta pengembangan pola inklusi sosial perpustakaan bagi masyarakat.



Persepsi sosial tentang Pustakawanan
Persepsi menurut Suwarno (2009, 52) dapat didefenisikan, "sebagai suatu proses membuat penilaian atau membangun kesan mengenai berbagai macam hal yang terdapat di dalam lapangan penginderaan seseorang". Oleh sebab itu dapat diketahui penilaian atau kesan seseorang terhadap suatu objek ataupun informasi yang diterima melalui panca inderanya, pada akhirnya dapat menentukan tindakan dari orang yang bersangkutan (pustakawan secara personal). Persepsi seseorang tidak timbul begitu saja. Tentu ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor itulah yang menyebabkan mengapa dua orang yang melihat sesuatu mungkin memberikan interprestasi yang berbeda tentang yang dilihatnya. Oleh Rakhmat (1994) yang dikutip oleh Sobur (2003, 23) menyebutkan, faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang dapat dikategorikan sebagai berikut yaitu:

Faktor fungsional, dihasilkan dari kebutuhan, kegembiraan (suasana hati), pelayanan, dan pengalaman masa lalu seorang individu;
Faktor struktural, berarti bahwa faktor tersebut timbul atau dihasilkan dari bentuk stimuli dan efek-efek netral yang ditimbulkan dari sistem syaraf individu; 3. Faktor situasional. Faktor ini banyak berkaitan dengan bahasa non verbal;
Faktor personal, yang terdiri atas pengalaman, motivasi, kepribadian.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor dan faktor-faktor tersebut yang membuat persepsi setiap individu berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.
Jabatan pustakawan telah diakui sebagai jabatan fungsional karena telah dilakukan kajian-kajian yang mendalam dan ternyata memenuhi syarat dan kriteria profesi antara lain:
Memiliki metodologi, teknis analisis dan prosedur kerja yang didasarkan pada disiplin ilmu pengetahuan dan atau pelatihan tertentu dan mendapatkan sertifikasi.
Memiliki etika profesi yang diterapkan oleh organisasi profesi (dalam hal ini adalahIkatan Pustakawan Indonesia/IPI).
Dapat disusun dalam suatu jenjang jabatan berdasarkan tingkat keahlian bagi jabatanfungsional keahlian dan tingkat ketrampilan bagi jabatan fungsional keterampilan.
Dalam melaksanakan tugas dapat dilakukan secara mandiri.
Jabatan fungsional pustakawan ternyata diperlukan dalam pelaksanaan tugas pokok danfungsi organsisasi.
Telah memiliki pendidikan tinggi keperpustakaan dan berbagai jenjang studi sejak D2,D3, S1, sampai pada S3.
Kiranya setiap profesi memiliki fungsi dan karakteristik bidang masing-masing, misalnya dokter bergerak di bidang kesehatan, hakim berkecimpung dalam bidang keadilan, guru bergerak dalam bidang pendidikan, dan lainnya. Pustakawan melakukan aktivitasnya dalam bidang perbukuan (dalam arti luas) dan perinformasian. Oleh karena itu pustakawan memiliki fungsi strategis dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan informasi Ilmiah.
Banyak masyarakat masih beranggapan perpustakaan dan pustakawan hanya hal yang berkutat pada buku-buku belaka, sehingga umum bagi mereka beranggapan bahwa setiap tempat yang berisi kumpulan buku disebut perpustakaan; serta penjaga bukunya adalah pustakawan. Padahal tidak semua kumpulan buku dikatakan perpustakaan, juga semua yang diperpustakaan sebagai pustakawan; apalagi sebatas petugas penjaga buku belaka. Adanya bahan pustaka atau sering juga disebut koleksi bahan pustaka memang merupakan ciri perpustakaan, tetapi masih ada ciri-ciri lain yang lebih mengarah kepada arti perpustakaan. Perpustakaan tidak hanya sebagai kumpulan buku tanpa ada gunanya, tetapi secara prinsip perpustakaan harus dapat dijadikan atau berfungsi sebagai sumber informasi bagi setiap orang yang membutuhkan. Sebab negara serta bangsa dinilai maju bergantung wujud peradaban dan kebudayaannya; yaitu seiring dengan tingkat kecerdasan warga negaranya dalam menguasai ilmu pengetahuan, berliterasi dan teknologi.  Dalam Undang-undang no 43 tahun 2007 menyebutkan bahwa perpustakaan diselenggarakan berdasarkan asas pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran dan kemitraan. Pun pustakawan didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta memiliki tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.

Pustakawan riwayatku dulu
Dahulu memilih kuliah di Jurusan Ilmu Perpustakaan merupakan keganjilan perkuliahan. Keberadaan disiplin ilmu yang bernama langka saat itu belom menjadi idola lembaga negara dan instansi swasta. Menjadi Pustakawan pun masih sebagai sebaran pilihan, belum sebagai cita-cita yang dibanggakan. Di Zaman Old periode 90 an; puluhan tahun silam memilih kuliah di Jurusan Perpustakaan dan berobsesi menjadi pustakawan belom disandingkan sebagai posisi berprestasi. Kuliah di Perpustakaan ada yang mengagap sebagai jurusan kiri (jurusan kurang diminati), bahkan ada yang dijadikan sebagai pelarian pilihan. Kala itu masih sedikit yang memilih untuk menekuni jurusan perpustakaan. Entah kenapa dan bagaimana asal-musalnya, namun hal ini terjadi adanya. Sudahlah hal itu masa lalu, pengalaman yang tlah berlalu; jangan dibawa perasaan, sekarang berbalik keadaan !.
Persepsi mahasiswa lulusan ilmu perpustakaan dahulu bingung membayangkan jadi pustakawan; rasanya terbelenggu ragu, pikirnya akan bekerja di lahan kering dan kesepian. Namun sejalan perubahan zaman, kondisi berbeda. Kala dinamika industri teknologi informasi menguasai modernisasi dan dunia mulai mengelolah informasi sebagai komuditas dan dapat diperjualbelikan menjadi kebutuhan dan material kehidupan; maka peranan pustakawan mulai dibaggakan dan dibutuhkan. H Syarif Bando, Kepala Perpusnas dalam media masa online pada selasa, 11 Agutus 2019 menyampaikan membutuhkan Indonesia masih membutuhkan 500.000 pustakawan.
Pustakawan semakin banyak dibutuhkan sebagai pegawai pengelola dan pelayan informasi. Peran dan kiprahnya semakin banyak diharapkan masyarakat sejalan dengan cepatnya trend teknologi informasi yang terjadi. Profilnya pun berkembang dalam kiprah dan hal-hal baru di erra perwujudan perpustakaan inklusi sosial. Inilah dejavu nasib baik para lulusan ilmu perpustakaan dan pustakawan dalam siklus: kehidupan, peradaban serta perubahan budaya masyarakat.

Pustakawan Riwayatmu kini
Dikutip dari Priyo Sularso dalam Profesi Pustakawan Seiring Kemajuan Teknologi menyebutkan bahwa sebuah profesi tidak serta merta melekat pada diri seseorang, profesi tersebut terlahir melalui proses dari sebuah pilihan kerjakan, pekerjaan pustakawan terlahir sebagai pilihan. Proses pekerjaan membentuk kita menjadi profesi, jadi untuk mencapai profesional maka seseorang berawal dari kondisi limitasi pengetahuan dan ketidaktahuan. Oleh sebab itu orang tersebut akan terus mencari tahu sampai ambang batas kemampuan untuk memperoleh pengetahuan tertinggi yang mampu di raih. Demikian halnya seorang pustakawan akan selalu belajar untuk mencapai kemahirannya untuk menunjang profesinya. Perkembangan ilmu pengetahuan berbanding lurus dengan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat pada masanya.
Dalam bahasa Latin Francis Bacon Francis Bacon De Haeresibus De Haeresibus, pada tahun 1597 pernah menyampaikan “Nam et ipsa scientica potestas est”. Motto yang berarti dalam bahasa Inggrisnya “knowledge itself is power atau For knowledge itself is power. Sejalan dengan dinamika Teknologi Informasi (TI) kini, Filusuf Eropa abad pertengahan ini sebenarnya telah mengilhami kepada pustakawanan untuk lebih berdaya, sebab peranan kita berada di wilayah mendasar dalam kebutuhan hidup manusia. Motto yang diartikan dalam bahasa inggris Knowledge is Power yang berarti pengetahuan adalah kekuatan, maka apabila pengetahuan dimaksutkan sebagai informasi (bahan pustaka, buku, dan sebagainya), maka hal ini dapat dimaknai bahwa Siapa menguasai informasi, dia menguasai dunia.  Siapa seharusnya yang menguasai informasi, pustakawan kan?.

Masalah dan tantangan pustakawan
Guna mencapai tatanan good goverment, sosok pustakawan dituntut memiliki kapasitas dan standart administratif dalam melaksanakan kepustakawanan di bidang pengelolaan dan layanan perpustakaan. Pemerintah Pusat, melalui Perpustakaan Nasional (Perpusnas) serta Mentri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Revormasi Birokrasi (Menpan RB) memberikan penjabaran tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) -nya. Sejalan dengan revormasi administrasi publik yang salah satunya adalah peningkatan layanan publik, maka pustakawan harus: 1). Selalu meningkatkan kinerjanya, 2). Didukung oleh lembaga penaung yang berstatus jelas, dan 3). Dilengkapi dengan sarana serta prasarana yang mendukung pekerjaannya. Namun dalam kenyataannya ketersediaan tiga aspek tersebut sering dijumpai permasalahan,  diantaranya masih banyak pustakawan secara teknis melaksanakan pekerjaannya di luar bidang Pusdokinfo  (Perpustakaan Dokumentasi dan Informasi). Selain dari pada itu juga banyak keterbatasan fasilitas kepustakawanan berupa kesejahteraan yang menjadi kesenjangan antara pustakawan. Diantaranya adanya kesenjangan dalam pengarusutamaan pengembangan profesi pustakawan. Masih sedikitnya pemerintah daerah membuka formasi cpns bagi pustakawan; khususnya di Kementrian Pendidikan Nasional dan Kementrian Agama sebagai rumah serta ruang kerja pustakawan dalam pengambdiannya bagi negara.

Pustakawan dulu alien, kini keren
Dahulu erra 90 an pustakawan dikenal bagaikan alien, tetapi kini potensial dan keren. Dinamika profesinya tidak hanya diakui secara nasional, namun hingga internasional. Terdapat asosiasi di nasional yang kita kenal dengan IPI (Ikatan Pustakawan Indonesia) di Asia dikenal dengan Kongres Pustakawan Asia Tenggara (CONSAL). Adalah satu-satunya organisasi regional perpustakaan, perpustakaan sekolah, Asosiasi Perpustakaan, dan institusi terkait lainnya di negara-negara ASEAN. Didirikan di Singapura pada tahun 1970 dan memiliki sepuluh anggota yang mencakup asosiasi perpustakaan dan pustakawan dari Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.  Ditingkat Internasional pustakawan secara internasional profinya mengalami banyak perkembangan. Federasi Internasional Asosiasi dan Lembaga Perpustakaan ( IFLA ) adalah badan internasional terkemuka yang mewakili kepentingan orang-orang yang bergantung pada perpustakaan dan profesional informasi . Sebuah organisasi independen, non-pemerintah, nirlaba, IFLA didirikan di Skotlandia pada tahun 1927 dan memiliki kantor pusat di Perpustakaan Nasional Belanda di Den Haag. IFLA mensponsori Kongres Perpustakaan dan Informasi Dunia IFLA tahunan, mempromosikan akses universal dan adil terhadap informasi , gagasan, dan karya imajinasi untuk pemberdayaan sosial, pendidikan, budaya, demokrasi, dan ekonomi. IFLA didirikan di Edinburgh , Skotlandia , pada 30 September 1927 ketika asosiasi perpustakaan dari 14 negara Eropa dan Amerika Serikat menandatangani resolusi pada perayaan peringatan 50 tahun Asosiasi Perpustakaan Inggris . Isak Collijn , kepala Perpustakaan Nasional Swedia , terpilih sebagai presiden pertama. Konstitusi pertama disetujui di Roma pada tahun 1929 selama Kongres Dunia Perpustakaan dan Kepustakaan.

Di beberapa lembaga memunculkan profesi baru sebagai pecahan dari librarian atau pustakawan. Profesi tersebut adalah: Librarians (Pustakawan), Informations Profesional (Ahli Informasi), Information Intermedieres (Perantara Informasi), Information Facilitators (Fasilisator Informasi), Information Providers Cybraryan (Penyedia Informasi Perpustakaan), Information Knowledge Banker (Penghimpun Informasi Pengetahuan), Media Asset Manager (Pengelola Aset Media), dan Archive Librarian (Pustakawan Arsip). Kemajuan industri teknologi informasi komunikasi saat ini mencitrakan pustakawan sebagai profesi benefit,  sosok yang tidaklah melulu berjubal dengan buku dan kartu katalognya. Profilnya berkembang dan makin banyak dilirik lembaga swasta maupun institusi tinggi negara sebagai tenaga trampil dan ahli di bidang pengelola informasi, pengembang dan pelayanannya.Kini teman-teman Jurusan Ilmu Perpustakaan juga tidak selalu dilahirkan bernama Pustakawan. Jadi ndak heran dengan latar belakang pustakawan; mereka menyandang derajat Direktur Bank Cabang, Kepala Dinas, Manager Kreatif Stasiun TV, dan banyak lagi.
Fenomena terjadi karena adanya industrialisasi informasi dan perkembangan teknologi komunikasi. Semula modernisasi informasi dalam tahapan dicatat dan diolah analog, kini secara komputerisasi serta otomatisasi. Sebelumnya kominikasi masih bersifat tersurat, tetapi kini merebak bentuk terekam, dan sebagainya lagi. Kondisi tersebutlah yang pada akhirnya terjadi *over load informasi* dan memacu perkembangan profesi spesialisasi di bidang informasi dan komumikasi media (rekaman informasi), profesi tersebut sesepuhnya dikenal dengan nama kita; pustakawan. Profesinya mengalami Booming juga di bidang pengelolaan Asset manajemen Perusahaan pada era 2010 an. Beberapa perusahaan banyak menyerap alumni jurusan ilmu perpustakaan dan informasi ini untuk bekerja di area Archiving; Archieve Elektronik, Manajemen Record dll. Mereka butuh para pengelola asset digital. 

Ada pepatah, nasib orang siapa yag tahu?. Berdasa itu penulis ingin sampaikan Anekdot tentang mahasiswa Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Jurusan Ilmu Perpustakaan di tahun 1990 an dikonotasikan sebagai JURUSAN KIRI. Jurusan kiri maksudnya apa?.
Ini anekdotnya, diceritakan berawal di sebuah angkot jurusan Cileyeui jatinangor Bandung, aku dan dia bertegur sapa. Aku tidak minder kalau mengaku kuliah di jurusan ilmu perpustakaan, sedangkan mahasiswi tersebut di Fakultas Ilmu Sosial Politik. Aku menyapa dan mulai buka pemicaan. Sok iya, sok PeDe. Samai waktunya mengenalkan status diri. Si Neng Geulis tanya:
Kuliah di mana Mas; tanyanya.
Euemdi UNPAD Neng jawabku mantep.
Ups sam dung, kebetulan banget ya!, balas Si Eneng enteng.
Aku di Fisip, kamunya Fakultas mana? Lanjut dia nyergap!
Ngambil Fikom, Fakultas Komunikasi; Neng jurusan Apa ?.
lanjutku sebelum keduluan ditanya lagi.
“HI, Hubungan Internasional…! asyik dong kamu kuliah di Fikom; situ kan tempat kuliahnya anak-anak gaul UNPAD. Ngambil jurusan apaan disana? Deres banget Si Eneng tuh nanya...
Nyampe sini, aku kbingungan njawab; mau jujur ntar PKDK ditolak, ndak jujur takut dosa.. Gimana nihhh, perlu teknik nihh (ideku spontan); klamaan bisa buka kartu nih#* panikku. kwatir jatuh gengsi karna ketahuan.
Spontas aku ngtrek uang koin di pintu angkot... Kiri depan Ak!!!
Ambil jurusan apaan  tanyanya diulang
 Kiri... Kiri!! teriakku ke Sopir
Jurusan KIRI bisik Eneng sambil bengong penasaran; mang ada ya jurusan KIRI.
Ucapan KIRI disini maksudnya menyuruh si sopir angkot untuk berhenti, karena si mahasiswa malu menjawab dimana kuliahnya dan mendapatkan momen bagus pengalihan isyu(Turun dari angkot)
Sekarang?  Mahasiswa mah gak bilang kiri,  tapi langsung kasih akun dan no Wanya; cieeeee!!!

Daftar Pustaka
Perpusnas RI 2015, Jabatan fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya, Jakarta: Pusat Pengembangan Pustakawan
Basuki, Sulistyo 1996, Pengantar Ilmu Perpustakaan, Bandung: Rosda karya
Sjafrizal, 2009, Teknik Praktis Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah, Jakarta: Baduose
Sutarno Ns. 2003. Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
https://kbbi.web.id/inklusif, diakses 15 Agustus 2018
https://www.researchgate.net diakses 15 Agustus 2018
Data literatur per Agustus 2018 dari_pustakawan.perpusnas.go.id, diakses 15 Agustus 2018
Priyo Sularso, Profesi Pustakawan Seiring Kemajuan Teknologi, http://gpmb.perpusnas.go.id, diakses 15 Oktober 2018
Vicky Papaprodromou Greece, Istilah Latin yang biasa digunakan http://www.ahis.org/pdfs/watson.pdf, diakses 15 Oktober 2018
Persepsi Masyarakat Indonesia terhadap Kepustakawanan, https://www.kompasiana.com Diakses dari pada 22 November 2019


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMAKASIH ATAS DUKUNGAN & KEPERCAYAAN ANDA

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.